Penegakan hukum yang masih menjadi momok bagi masyrakat. Keadilan seolah – olah hanya untuk
yang berkuasa. Keadilan hanya untuk yang memiliki tahta. Yang tak berkuasa semakin tettindas karena belum mampu
memli keadilan itu. Semakin hari selalu menjadi pihak yang di salahkan dalam
bidang apapun dan situasi apapun. Sedangkan sang penguasa semakin berbangga
dengan kekuasaannya.
Berkaca pada kondisi
Indonesia saat ini, tentu wajar jika kita masih tertinggal dengan bangsa yang lain. Kita yang masih belum tegas meneggakkan hukum, masih pilah – pilih siapa yang harus di hukum. Itulah yang membuat kita berbeda dari Negara lain yang sudah tegas dalam menindak hukum tanpa memandang status social serta disiplin dalam penegakan hukum.
Perbedaan kita dengan bangsa yang lain salah satunya yaitu kedisplinan,
bangsa lain disiplin akan nilai – nilai moral dalam penegakan hukumnya. Sikap disiplin hukum yang akan membentuk moral masyarakat
menjadi lebih biak dan terarah. Dengan begitu akan menunjang penegakan keadilan
yang sesungguhnya. Hukum tak di bedakan berdasarkan kasta atau strata sosial
masyrakat, namun di tegakkan berdasarkan kedisiplinan untuk menertibkan
perilaku dan memperbaiki moral.
Hukum disalahgunakan, hanya berpihak kepada
orang yang berkuasa, dimana pihak
yang lemah semakin di tindas. Orang yang berstrata
social tinggi boleh salah, toh dengan segenap harta dan jabatan
yang ia miliki bukan perkara
yang sulit baginya untuk menang di mejahijau, toh walapun kalah nanti ia mampu membayar berbagai pihak untuk bias bebas. Bahkan yang paling memprihatinkan ia mampu memutar balikan fakta. Tersangka menjadi korban,
korban menjadi tersangka. Banyak drama yang kita lihat di meja hijau. Seakan semua drama telah di skenariokan dengan apik oleh seorang sutradara yang handal. Sehingga dapat menipu ribuan mata yang memandang. Mempengaruhi jutaan penonton yang menyaksikan setiap adegan yang telah di skenario.
Tidakkah bosan kita melihat
skenario seperti ini. Jika peran kita hanya sebagai penonton maka kita juga
termasuk koraban dari skenario drama ini. Dan memang itulah yang di inginkan
oleh para produser yang merancang drama ini. Sebenarnya peran kita lebih dari
itu, kita bukanlah penonton namun kita ialah orang yang akan menghentikan
skenario yang sedang di mainkan. Coba kita bayangkan sudah berapa banyak rakyat
kecil menderita akibat skenario hukum yang terjadi. Maka dari itu kita harus
berperan lebih dari sekedar penonton yang hanya bisa mengamati tanpa berbuiat
apa – apa. Bahkan menikmati tanpa mengetahui justru kita yang telah menjadi
koraban dari drama yang terjadi.
Adapun landasan terciptanya
drama hukum yang terjadi akibat tingginya ego yang di miliki oleh para
penguasa. Merasa dirinya diatas segalanya dan ingin mendapatkan segalanya. Kepribadian
yang selalu merasa tidak puas dengan apa yang telah di dapatkannya. Menuntut hak
lebih tanpa memikirkan hak – hak orang lain. Moral yang masih bermasalah dan
perlu di perbaiki.
Zaman berkembang, moral menurun, maka angka kriminalitas meningkat. “Yang kuat akan bertahan dan yang lemah akan punah”. Prinsip hokum rimba
yang masih di terapkan. Pada hakekatnya kita ialah manusia yang memiliki perasaan dan juga pemikiran yang berbeda dari makhluk hidup lainnya yang pemikirannya masih terbatas. Akan tetapi kita salah memposisikan hukum yang kita pakai, kita memakai hokum rimba yang seharusnya tak sesuai untuk kita sebagai manusia yang mulia.Sudah saatnya kita kembali kepada hakekat kebaikan kita sebagai seorang manusia. Manusia yang menegakkan keadilan dan saling peduli kepada sesama.
Kembali kita kaji penegakan hukum di Indonesia, dimana masih berpihak kepada yang berstrata social tinggi,
mengiming – imingi penegak hokum dengan berbagai ancaman dan lobi
– lobi politiknya. Sedangkan pihak kecil tak mampu berbuat apa
– apa, perkara kecil di besar – besarkan perkara besar di tutup - tutupi.
Ketimpangan hukum yang terjadi merupakan suatu aib bagi negeri ini
yang harus kita benahi. Sudah saatnya kita membenahi negeri ini dengan memantau setiap kebijakan dan penegakan hukum
yang ada.
Tentu diawali dengan perbaikan moral masyarakat, tanpa ada nya tertanam nilai –nilai moral ini maka secara perlahan kita bias menghentikan
drama hukum yang terjadi dan juga perlahan menyadarkan masyarakat akan pentingnya suatu keadilan. Hingga nanti akan tegakknya keadilan yang hakiki, terlepas dari hokum rimba,
serta kemabli kepada hakekat kita sebagai manusia
yang memiliki rasa saling mencintai,
saling peduli dan tolong menolong. Semua tak akan teruwujud jika semua pihak tidak saling tolong menolong untuk mewujudkannya. Dengan pergerakan bersama maka kita bias segera mewujudkannya, reformasi moral menuju
Indonesia lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar